Pengikut

Rabu, 07 Maret 2012

IRIGASI DAN BANGUNAN AIR


  BAB I
PENDAHULUAN

1.1. PENGERTIAN TENTANG IRIGASI
Sejak ratusan tahun lalu atau bahkan ribuan tahun yang lalu , Kurnia ( 1996 ) menyatakan bahwa petani jawa barat telah mengenal jaringan irigasi sejak abad ke – 5 dan di jawa timur pada abad  ke – 8. Indonesia yang memiliki iklim tropis atau yang terletak di iklim tropis basah dengan curah hujan yang tinggi pada beberapa bulan musim penghujan dan bulan – bulan kering pada kenyataannya masih sangat membutuhkan adanya sistem irigasi.
Apabila disebutkan sistem irigasi maka orang cenderung hanya membayangkan suatu bangunan fisik   bendung, dam ataupun saluran yang membawa air untuk mengairi padi atau sawah. Orang sering lupa bahwa bangunan tersebut dapat beroperasi dengan baik dan benar maka diperlukan juga Operasi dan Pemeliharaan yang baik dan benar.
Menurut peraturan pemerintah No. 23 / 1998 tentang irigasi, bahwa Irigasi ialah usaha untuk penyedian dan pengaturan air untuk menunjang pertanian. Menurut PP No. 22 / 1998 irigasi juga termasuk dalam pengertian Drainase yaitu : mengatur air terlebih dari media tumbuh tanaman atau petak agar tidak mengganggu  pertumbuhan maupun produksi tanaman. Sedangkan Small dan Svendsen ( menyebutkan bahwa irigasi ialah : tindakan intervasi manusia untuk mengubah aliran air dari sumbernya menurut ruang dan waktu serta mengolah sebagian atau seluruh jumlah tersebut menaikkan produksi pertanian.
Kata sistem berasal dari bahasa Yunani yang berarti “ SET “ atau kumpulan yang sekarang dipakai untuk kesatuan “ SET “ sesuai dengan kegunaannya ( Dulla – Navarette, 1992 ), misalnya sistem sungai, sistem matahari dan lain – lain.
Dengan mengacu pada takrif bahawa sistem irigasi merupakan : suatu set dari elemen – elemen fisik dan sosial yang dipergunakan untuk mendapatkan air dari suatu sumber terkonsentrasi alami    ( seperti : saluran alami , cekungan, saluran drainase atau akulifer. yang dimaksud dengan operasi dan pemeliharaan adalah kegiatan untuk melakukan operasi pada alat – alat pendukung bangunan irigasi seperti pintu – pintu pengatur saluran air irigasi sedangkan pemeliharaan adalah memelihara saluran dan sekitar saluran termasuk bangunan utama irigasi agar dapat berjalan dengan lancar. Karna tanpa adanya O dan P dipastikan jaringan tersebut tidak akan bertahan lama.

1.2. IRIGASI SEBAGAI SUATU SISTEM
Huppert dan Walker ( 1989 ) menyatakan sebenanya sistem irigasi merupakan sistem sosio – teknis. Sistem sosio teknis mempunyai cirri kenampakan ( attributes ) sebagai berikut :
1.      Adanya interelasi yang sangat erat antara struktur sosial dan kenyataan teknologis.
  1. Bersifat terbuka dan berinteraksi timbal balik dengan lingkungannya.
  2. Berwawasan pencapaian tujuan dan ditentukan oleh kelompok yang berkepentingan dengan harapan memperoleh hasil produksi barang ( Biomassa ) dan jasa pelayanan.
Sistem sosio – teknis menekankan pada proses konversi dimana memasukkan di import dari sistem lingkungan ditranformasikan  dalam suatu proses konversi dan di eksport ke sistem lingkungan sebagai keluaran. Lingkungan suatu sistem irigasi berupa lingkungan fisik dan ekologi. Didalam sistem irigasi yang kompleks akan terjadi transformasi :
                     i.            Teknis berupa penyedian, pembagian air sapai air kemintakat perakaran tanaman.
                   ii.            Transformasi kemanusian ( dapat berupa pola piker pelaku irigasi secara terlatih )
                  iii.            Financial ( dalam bentuk investasi ) dan
                 iv.            Informasi ( Puposutarjo, 1995 )




1.3. MANAJEMEN IRIGASI
Dari pengertian – pengertian diatas maka dalam hal ini manajemen diartikan sebagai  peningkatan atau perbaikan kinerja ( perfomence ) suatu sistem produksi  dengan obyektif afesiensi ( Pengaturan berbagai masukan untuk menghasilkan lebih banyak iuran yang diinginkan ) ( Nobe dan Sampath ) , 1986 ; Reddy ‘ 1986 ). Menurut Pusposutarjo ( 1995 ), konsep menajemen seperti disebutkan diatas berbasis pada pangkal piker ( premise ), bahwa  ( i ) sistem produksi kinerjanya  masih dapat ditingkatkan  dan ( ii ) masyarakat sebagai sistem sosio – kultural menginginkan danya perbaikan kinerja. Bila batasan arti konsep manajemen irigasi maka : ( i ) irigasi merupakan sustu sistem ; ( ii ) manajemen merupakan : “ Proses dimana air dimanipulasikan ( dikendalikan dalam produksi pangan dan serat – seratan). Manajemen air irigasi merupaka cara pendayagunaan keterampilan – ketermpilan fisik, biologis, khemis dan sumberdaya sosial untuk menyediakan air guna memperbaiki  produksi pangan dan serat – seratan. ( Lowdermilk dalam Reddy,    1984 ).


BAB II
SISTEM JARINGAN IRIGASI, SALURAN PEMBAWA,
PEMBUANG DAN STRUKTUR ORGANISASI

II . SISTEM JARINGAN IRIGASI
2.1. Unsur dan Tingkatan Sistem Jaringan Irigasi
Suatu jaringan irigasi sebetulnya mempunyai empat macam fungsi pokok yang harus dipenuhi, yaitu :
1.      Mengambil air dari sumbernya, biasanya berasal dari mata air, danau atau akuifer
2.      Membawa air dari bangunan pengambilan kepetak – petak  ( tersier )
3.      Membagikan air di dalam petek – petek  ke petek – petek  sawah
4.      Mengalirkan kelebihan air kesaluaran pemutus, yang biasanya dipakai saluran alam atau sungai.
Berdasarkan cara pengaturan, pengukuran aliran air dan lengkapnya fasilitas yang dimiliki, sistem jaringan dapat dipilahkan menjadi tiga macam, yaitu ;
a.       Sistem irigasi sederhana
b.      Sistem irigasi semi teknis
c.       Sistem irigasi teknis

Ciri – ciri ketiga sistem irigasi tersebut adalah sebagai berikut :
2.1.1. Sistem Jaringan Irigasi Sederhana
Sistem jaringan  irigasi digolongkan ke dalam irigasi sederhana karena, fasilitas            ( bangunan ) yang ada tidak permanen dan fungsinya masih sangat sederhana sekali. Apabila sistem irigasi tersebut mengambil dari air sungai baisanya bangunan terserbut terbuat dari tumpukan batu dan batang kayu maka membutuhkan perhatian yang sangat tinggi untuk menjaga kelanjutannya.
Karenanya kasederhanaannya sistem irigasi ini dapat dikelola oleh sekelompok masyarakat tanpa peranan pemerintah. Didalam kinerja pengolaannya tidak efisien karena keterbatasan alat ( fasilitas ) maupun tempat ( daerah ) yang terletak didesa.    
2.1.2 . Sistem Irigasi Semi Teknis
Sistem irigasi semi teknis ini sudah lebih maju karna fasilitasnya sudah lengkap serta bangunanya juga permanen kan tetapi sistem jaringan pembagian airnya masih serupa dengan sistem irigasi sederhana. Dalam sistem irigasi semi teknis ini pemerintah sudah terlibat dalam pengelolaannya, seperti dalam melakukan operasi juga pemeliharan bangunannya.
2.1.3. Sistem Irigasi Teknis
Dalam sistem jaringan irigasi  teknis ini bangunannya sudah dibuat lebih lengkap agar dapat memenuhi keempat fungsinya. Salah satu prinsip sistem irigasi teknis adalah pemisahan sistem jaringan pembawa dan sistem jaringan pemutus. Sistem jaringan irigasi teknis ini disebut juga manajemen gabungan antara pemerintah dan petani. Karena pemerintah bartanggung jawab didalam sistem jaringan utama dimulai dari bangunan pengambilan sampai dengan saluran tersier sepanjang 50m di hilir bangunan sadap tersier, sedangkan petani bertanggung jawab atas sistem jaringan di dalam petak tersier.

2.2. Komponen Sistem Jaringan Irigasi
Agar sistem jaringan irigasi dapat memenuhi fungsinya, maka harus ada komponen utama yang terdiri dari :
a.         Bangunan Utama ( Headwork )
b.         Jaringan Pembawa
c.         Petek – petak Tersier
d.         Saluran Pemutus
Agar dapat menjamin keberhasilan dan mendapat kinerja yang lebih baik maka komponen utama tersebut di lengkapi dengan bangunan pelengkap. Fungsi dan ciri keempat komponen utama tersebut  sebagai berikut :
2.2.1. Bangunan Utama ( Headwork )
Bangunan  utama  merupakan suatu komplek bangunan yang direncanakan sepanjang aliran sungai atau aliran air untuk dialirkan kedalam jaringan aliran agar dapat dimanfaatkan untuk keperluan  irigasi serta dapat mengurangi kandungan sendimen yang berlebihan juga dapat mengukur banyak air yang masuk. Bangunan utama terdiri atas :
a.    Bangunan pengelak banjir dengan peredam energi
b.    Bangunan pengambilan utama
c.    Pintu bilas
d.    Kolam elak
e.    Kantung lumpur ( jika diperlukan )
f.      Tanggul banjir
g.    Bangunan pelengkap ( apabila diperlukan )
Tidak semua bangunan utama mempunyai komponen yang dapat memfasilitasi pengukuran debit maupun pengurangan laju sedimen yang masuk kesaluran utama karena tergantung pada  tipe sistem jaringan irigasi yang ditinjau.
Sesuai dengan fungsinya maka terdapat beberapa macam bangunan utama, yaitu :
a.    Bendung tetap ( Weir )
b.    Bendung gerak ( Barrage )
Fungsi bendung tetap dan gerak sama karena untuk meninggikan permukaan air sungai agar dapat dialirkan ke dalam aliran irigasi. Apabila tubuh bendung tersebut suatu bangunan dengan konstruksinya tetap maka bendung tersebut bendung tetap. Tetapi apabila tubuh bendung terdirir atas beberapa pintu  yang dapat dibuka dan ditutup untuk mengatur tinggi muka air dihulu bendung, bendung tersebut disebut bendung gerak.
Apabila kharestaristik sungai memungkinkan maka sistem sungai tersebut dapat dibangun suatu waduk ( dam, strorage ). Waduk merupakan bangunan yang berguna untuk untuk menampung air irigasi pada saat kelebihan ( surplus ) air sungai agar dapat dimanfaatkan kalau terjadi kekurangan air pada musim kemarau. Waduk juga memiliki banyak fungsi sebagai pengatur aliran air sungai, pembangkit tenaga listrik, pengendalian banjir, perikanan, pariwisata, olahraga dan lain – lain. Sebagai contoh waduk yang terkenal adalah waduk jatiluhur.
2.2.2. Jaringan Pembawa
Sesuai dengan fungsinya sebagai pembawa air dari bangunan utama kepetak – petak tersier, biasanya dilengkapi dengan bangunan – bangunan air yang dibangun sesuai dengan kebutuhannya baik memenuhi persyaratan operasional, perawatan, maupun teknik keamanan bangunan serta dapat pula berfungsi sosial. Bangunan tesebut dapat berbentuk bangunan pengukur dan pengatur, bangunan bagi, jaringan primer dan dibangunan sadap sekunder maupun tersier pada alat pengukur dilengkapi dengan pengatur muka air biasanya alat ini berbentuk pintu sorong. 
2.2.3. Petak Tersier
Petak tersier mempunyai fungsi penting dalam pengelolaan sistem irigasi teknik. Berfungsi menerima air irigasi dari suatu jaringan utama melalui suatu bangunan sadap tersier yang dilengkapi bangunan pengatur dan pengukur debit aliran. Luas petak tersier berkisar antara 50 – 100 Ha. Tetapi kadang – kadang dapat mencapai 150 Ha. Petak tersier dapat dibagi lagi menjadi petak kuarter dengan luas 8 – 15 Ha.
2.2.4. Saluran Pemutus
Berfungsi sebagai saluran pembuang kelebihan air di petak tersier. Biasanya saluran ini berbentuk saluran terbuka terletak  sejajar petak tersier.


2.3. Perancangan dan Perencanaan Sistem Irigasi
Indonesia yang terletak di wilayah iklim tropis basah dengan sifat klimatik yang khas yaitu curah hujan yang tinggi dengan beberapa bulan yang kering juga mempunyai kharakteristik flora yang khas pula. Padi sebagai salah satu tanaman pokok yang toloren terhadap kharakteristik wilayah tropis basah tersebut. Sifat klimatik tropis basah yang khas pula menyebabkan timbulnya beberapa hari tanpa hujan. Oleh sebab itu agar tanaman tetap dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal tanpa kekurangan air masih dibutuhkan tambahan atau suplesi air irigasi.
Adanya curah hujan yang tinggi dengan kharakteristik hidrogeologi yang khas pula telah menyebabkan Indonesia mepunyai banyak sungai. Dari air sungai inilah air irigasi diambil dan diupayakan guna mengairi daerah irigasi yang direncanakan. Karena adanya masalah sungai, seperti banjir, konflik antara pemakai air dan kebutuhan tenaga listrik yang makin lama makin membesar sehingga membutuhkan cadangan yang besar maka dibangunlah bendungan ( Dam ).
Sistem irigasi juga dirancang untuk pemberian air irigasi terhadap waktu atau sistem, aliran lunak ( unsteady Flow ), artinya debit air irigasi diberikan secara tetap untuk waktu tertentu.
2.3.1. Proses Perencanaan
Pada akhir abad  ke – 19 pemerintah kolonial Belanda secara besar – besaran  membangun sistem irigasi dengan tujuan utama untuk mengairi perkebunan tebu dan tembakau. Pada pembangunan tersebut dipakailah metode – metode perencanaan secara modern dengan mengutamakan kaidah – kaidah manajemen modern dengan tolak ukur wilayah, hidrolika, ilmu kalimat, agronomi dan ekonomi untuk menentukan kelayakan teknik dan ekonomis.
Kaidah ono meskipun dipakai untuk merencanakan dan merehabilitasi sistem irigasi di Indonesia meskipun tujuan utama pembangunan irigasi dikembalikan lagi sebagai rice based irrigation  system. Pada tahun 1986 Direktorat Jendral pengairan telah mengeluarkan buku baku perencanaan irigasi.
Dalam buku perencanaan tersebut terdapat tujuh tahapan kegiatan pproyek pembangunan  yang tahapannya disingkat dengan akronim SIDLACOM, kependekan dari : Survey  ( Pengukuran ), Investigation ( Penyelidikan ), Design ( Perencanaan Teknik ), Land Acquistion ( Pembebasan Tanah ), Construktion ( Konstruksi / Pelaksanaan ), Operation  ( Ekspolitasi ), Maitenance ( Pemeliharaan ).
Ketujuh tahapan pekerjaan tersebut proses SID merupakan proses perencanaan. Tahap SID dilakukan dengan dua tahapan yaitu, Tahap studi dan Tahap perencanaan teknis.
2.3.2.   Perencanaan Pembangunan Irigasi Dalam Paradigma
Pembangunan Yang Baru
Pembangunan irigasi ini hanya ditujukan untuk memenuhi kelayakan teknis dan ekonomis. Tetapi pada dekade 90-an telah berkembang pembangunan baru yang berorientasi pada pembangunan kemanusian. Dimana manusia ditempatkan sebagai subyek dalam pembangunan itu sendiri, melindungi peluang kesempatan hidup bagi generasi mendatang seperti halnya generasi saat ini dan menghargai sistem alami dimana semua kehidupan tergantung kepadanya.
Paradigma baru dalam pembangunan irigasi yang kemanusiaan secara lebih rinci ini adalah :
1.    Pembangunan irigasi harus memberikan kesempatan kepada semua individu untuk mengembangkan kemampuan kemanusiaannya secara penuh dan memanfaatkan kemampuannya disegala bidang.

2 komentar: